Desember 5, 2024

PT. SRL DITUDING SEROBOT LAHAN, MASYARAKAT TUNTUT GANTI RUGI.

Bagikan..

TEMBILAHAN (www.detikriau.org) – Lagi persoalan sengketa lahan antara perusahaan dengan masyarakat tempatan terjadi. Kali ini, persoalan ini dialami oleh PT. Sumatra Riang Lestari. Masyarakat menuding PT.SRL dengan sengaja telah mencaplok lahan yang mereka miliki bahkan masyarakat mengaku telah memiliki dokumen sah berdasar Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang ditandatangani oleh Camat dan Kepala Desa setempat.

“Kita beli lahan tersebut sekira tahun 2007 yang lalu dan kemudian pada tahun 2008 telah diterbitkan SKGR oleh pejabat setempat. Namun pada tahun 2010 yang lalu, tanpa diberi pemberitahuan, lahan seluas 48 Hektar dengan 24 surat kepemilikan itu telah ditanamai oleh pihak perusahaan dengan tanaman pohon akasia. Tentu saja kita keberatan karena lahan itu kita beli langsung dari kepala desa Mumpa Kecamatan Tempuling, Bayang HD,” Tutur Zulfendri salah seorang petani pemilik lahan ketika ditemui detikriau.org di Kantor pengacara, Mohd Arsyad & Founners, jalan Subrantas Tembilahan, Ahad (11/3).

Menurut pengakuan Zulfendri, lahan yang dibelinya bersama 12 orang rekan petani lainnya, pada awalnya direncanakan untuk ditanamai sawit. Tapi karena keterbatasan dana, rencana tersebut belum bisa direalisasikan.”persoalan ini sudah beberapa kali kita upayakan perundingan dengan pihak perusahaan, dulu, sebelum kita menyerahkan perkara ini kepada kuasa hukum kita, atas lahan inipun sudah pernah dilakukan pengukuran kembali dan katanya akan segera ditindaklanjuti tapi sudah sekian lama ternyata belum juga ada reallisasi.” Ungkap Zulfendri mewakili petani pemilik lahan lainnya didampingi kuasa hukumnya, Mohd Arsyad,SH,MH.

Menurut kuasa hukum pemilik lahan, Mohd Arsyad,SH,MH, dalam pertemuan tanggal 19 Januari 2012 yang lalu, terkait sengketa lahan ini, kliennya dengan tegas mengajukan tiga tuntutan, yakni pertama, masyarakat menuntut ganti rugi sebesar Rp. 20 juta/hektar. Besaran nilai tersebut didasarkan kepada nilai jual lahan pasaran yang ada di wilayah Kabupaten Inhil. Kedua, apabila permohonan pada poin pertama itu tidak ditanggapi oleh pihak PT.SRL, masyarakat akan menduduki/menguasai lahan tersebut dan yang terakhir adalah tuntutan ini harus sudah ditanggapi pihak perusahaan dalam jangka waktu 10 hari setelah pertemuan tersebut.

“batasan waktu itu sudah terlewati, dalam waktu dekat ini, kalau belum juga ada niat baik dari PT.SRL, masyarakat dengan terpaksa akan menduduki lahan itu,” Ujar Mohd Arsyad yang saat itu didampingi dua orang kliennya perwakilan dari 13 orang pemilik lahan, Zulfendri dan Asmuni.

PT SRL NYATAKAN SIAP HADAPI TUNTUTAN MASYARAKAT:

Humas PT. SRL, Abdul Hadi ketika dikomfiramsi melalui sambungan telepon selularnya, Ahad (11/3) menyatakan PT.SRL siap kalau memang masyarakat akan mempermasalahkan persoalan ini melewati jalur hukum. Ia berdalih, areal yang di klaim masyarakat tersebut berada dalam SK konsesi milik PT. SRL yang merupakan kawasan hutan.”Kita tidak memiliki areal konsensi dikawasan Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Seluruh areal konsensi yang dimiliki PT.SRL masuk dalam areal kawasan hutan. Jadi yang menjadi pertanyaan, bolehkan SKGR diterbitkan dalam kawasan hutan? Karena kawasan hutan itu jelas merupakan kawasan yang tidak boleh diperjual belikan dan juga  tidak boleh dialihtangankan oleh pemegang ijin ataupun bukan pemegang ijin. Jadi kenapa bisa diterbitkan SKGR untuk lahan yang diklaim masyarakat yang termasuk dalam areal konsensi kita? Karena sekali lagi kawasan konsensi kita adalah areal hutan,” Tantang Abdul Hadi ketika memberikan komfirmasi.

Didalam areal hutan, kembali dijelaskan Abdul Hadi, tidak ada istilah ganti rugi tetapi yang ada adalah sagu hati. Untuk proses sagu hati semua perkebunan masyarakat yang masuk dalam areal konsensi HTI lahan PT.SRL semua pasti kita lakukan.” Termasuk lahan di dusun rahmad jaya, simpang kanan, Desa Mumpa Kecamatan Tempuling yang dikalim masyarakat sebagai milik mereka yang katanya dimiliki berdasarkan akte tanah berbentuk SKGR, itu kitapun sudah masukkan dalam proses penyelesaian sagu hati. Prosesnya tentu tidak bisa selesai dalam hitungan 1 atau 2 hari,” Ujarnya.

Lanjutnya, Untuk proses verifikasinya, nanti akan ada petugas dari dinas kehutanan untuk melakukan penilaian besaran sagu hati atas lahan tersebut berdasarkan lokasi dan proses Itu menurut Abdul Hadi sudah dilakukan.

Ketika dipertanyakan akan rencana petani pemilik lahan untuk menduduki lahan tersebut, Abdul Hadi menyatakan tindakan itu justru akan semakin memperlambat proses penyelesaian.”Sebaiknya hal itu tidak dilakukan karena tentunya akan berakibat akan semakin memperlambat penyelesaian,” Ujarnya mewanti-wanti. (fsl)