April 19, 2024

Perang dengan Amerika Serikat di 'Ujung Tanduk', Akankah Iran Dibantu Rusia & China?

Bagikan..

konvoi pasukan AS di Suriah. ©AFP

ARB INdonesia, INTERNASIONAL – Amerika Serikat membunuh Panglima Garda Revolusi Iran Mayor Jenderal Qassim Sulaimani dalam sebuah serangan pesawat nirawak (drone) ke Bandara Internasional Baghdad, Jumat (3/1). Perintah pembunuhan langsung diberikan oleh Presiden AS, Donald Trump.

Pihak Iran langsung merespons dan berjanji bakal membalas tindakan Amerika Serikat. Hubungan kedua negara pun saat ini bisa dibilang berada di titik nadir.

Potensi terjadinya perang antara keduanya begitu terbuka. Iran dan AS berada di ujung tanduk peperangan. Layaknya AS, Iran juga memiliki sekutu. Bahkan, sekutu Iran diketahui merupakan negara-negara yang menjadi lawan AS. Iran diketahui memiliki hubungan baik dengan Rusia dan China.

Lantas akankah Rusia dan China bakal membantu Iran jika perang terjadi? Berikut potret kedekatan Iran dengan China dan Rusia.

Iran, China dan Rusia Latihan Militer Bersama

Militer Angkatan Laut Iran, China dan Rusia latihan bersama di Samudera Hindia dan Teluk Oman pada Desember 2019. Latihan militer AL ini menjadi upaya pencegahan dari tekanan Amerika Serikat.

“Pesan dari latihan ini adalah perdamaian, persahabatan dan keamanan abadi melalui kerja sama dan persatuan … dan hasilnya akan menunjukkan bahwa Iran tidak dapat diisolasi,” kata laksamana armada Iran, Gholamreza Tahani di televisi pemerintah, seperti dikutip dari Reuters.

Seperti diketahui, perairan di sekitar Iran telah menjadi fokus ketegangan internasional. Amerika Serikat memberikan tekanan pada Iran, seperti penekanan penjualan minyak mentah Iran dan memutus tali perdagangan Iran.

Iran dan Rusia Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Iran dan Rusia meresmikan tahap rekonstruksi baru untuk reaktor kedua di satu-satunya pembangkit listrik tenaga nuklir Iran di Bushehr di pantai Teluk, Minggu (10/11/2019). Rekonstruksi itu diresmikan oleh Kepala Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) Ali Akbar Salehi dan wakil kepala badan nuklir Rusia Rosatom, Alexander Lokshi

Reaktor tersebut adalah satu dari dua yang secara resmi sedang dibangun sejak 2017 di lokasi Bushehr yang berjarak sekitar 750 kilometer (460 mil) selatan Teheran.

Kesepakatan nuklir 2015 yang ditandatangani oleh Iran dengan enam kekuatan utama, termasuk Rusia, membatasi beberapa jenis reaktor nuklir yang dapat dikembangkan Iran, dan produksi bahan bakar nuklirnya. Namun tidak mengharuskan Iran untuk menghentikan penggunaan energi nuklirnya untuk pembangkit listrik.

“Dalam visi jangka panjang hingga 2027-2028, ketika proyek-proyek ini selesai, kita akan memiliki 3.000 megawatt listrik yang dihasilkan oleh pembangkit nuklir,” kata Salehi pada upacara tersebut.

Republik Islam memang sedang berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada minyak dan gas melalui pengembangan fasilitas tenaga nuklir.

Rusia membangun reaktor 1.000 megawatt yang ada di Bushehr yang mulai beroperasi pada September 2011 dan diperkirakan akan melakukan pembangunan sepertiga di masa depan, menurut AEOI.

Sebagai bagian dari perjanjian 2015, Moskow menyediakan bahan bakar yang dibutuhkan Iran untuk reaktor nuklir.

Hubungan China dan Iran

Hubungan China dan Iran semakin melekat, semenjak China mengalami perang dagang dengan Amerika Serikat. China dan Iran menjalin kerjasama di bidang ekonomi. Wajar saja, karena keduanya menjadi target Amerika Serikat.

Washington menjadi semakin agresif terhadap Teheran pada tahun 2017. Presiden Donald Trump memperingatkan Iran pada hari Minggu bahwa: “Jika Iran ingin berperang, itu akan menjadi akhir resmi Iran. Jangan pernah mengancam Amerika Serikat lagi!”

Usai pernyataan Trump, para pejabat Pentagon diperkirakan memberi arahan singkat kepada para petugas keamanan nasional soal rencana untuk mengirim 10.000 pasukan AS ke Timur Tengah di tengah meningkatnya ketegangan dengan Iran. (*)

Sumber merdeka.com
https://m.merdeka.com/dunia/perang-dengan-amerika-serikat-di-ujung-tanduk-akankah-iran-dibantu-rusia-china.html