Desember 9, 2024

PNS HARUS KOMPAK LAWAN KADA YANG SEMBARANGAN MUTASI

Bagikan..

www.detikriau.wordpress.com (JAKARTA) — Mutasi jabatan besar-besaran oleh kepala daerah dengan pertimbangan politis, masih terus terjadi di sejumlah daerah. Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sigit Pamungkas, menyarankan agar para pejabat yang dimutasi melakukan perlawanan secara terbuka terjadap kebijakan kepala daerah yang suka memutasi dengan pertimbangan yang tidak jelas.
Berdasarkan pengalaman kasus di Kabupaten Temanggung pada 2005, para PNS yang menggelar aksi mogok kerja, berhasil melakukan perlawanan terhadap Bupati Temanggung saat itu, Totok Ary Prabowo yang dinilai sewenang-wenang dan berbuntut langkah dewan yang menggunakan hak angket dan interpelasi.

“Kasus Temanggung adalah sebuah preseden, jika birokrasi kompak maka bisa mengalahkan kekuatan politik yang sewenang-wenang. Jika birokrasi lemah, maka gampang dipecah-pecah oleh politisasi birokrasi,” kata Sigit Pamungkas, yang juga dosen pascasarjana Ilmu Politik UGM itu, kepada JPNN, kemarin.

Seperti diketahui, saat ini daerah hang masih hangat dengan masalah mutasi besar-besaran adalah Pemko Pekanbaru, Riau, dan di Pemprov Sumut. Di Pekanbaru, mutasi ratusan pejabat dilakukan oleh Plt Walikota Pekanbaru, Syamsurizal. Sedang di Pemprov Sumut oleh Plt Gubernur, Gatot Pujo Nugroho. Keduanya sudah ditegur Mendagri Gamawan Fauzi, namun langkah evaluasi konkrit belum dilakukan oleh kedua pimpinan daerah itu.

Sigit menilai, mutasi ngawur yang dilakukan kepala daerah, jika dibiarkan terus, maka akan merusak kinerja birokrasi. Jika unsur politisasi dan pengkubuan terus dipelihara, maka para birokrat mau tak mau akan ikut-ikutan masuk ke pusaran politik. “Dampaknya, birokrat yang merasa tak punya cantelan politik, kerjanya malas-malasan karena merasa percuma saja kerja serius karena toh bakal terpental,” ucapnya.

Sigit menjelaskan, jika para PNS di Pemprov Sumut dan Pemko Pekanbaru melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja seperti di Temanggung, masyarakat harus memahami bahwa itu bukan berarti mogok memberikan pelayanan. “Tapi semata memberikan perlawanan kepada kesewenang-wenangan politisasi,” cetusnya.

Terkait dengan sikap Gamawan Fauzi yang tak kunjung melakukan langkah tegas, menurut Sigit, memang posisi mendagri tak mudah menghadapi masalah ini. Alasannya, tidak ada regulasi yang tegas yang mengatur mendagri bisa menganulir mutasi. Karenanya, agar kasus mutasi ngawur tidak terulang di kemudian hari, Sigit menyarankan agar revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 memasukkan aturan yang tegas, dengan memberikan kewenangan kepada pejabat di atasnya untuk bisa mensupervisi kebijakan-kebijakan yang diambil pejabat di bawahnya.

“Jangan diserahkan kewenangan itu sepenuhnya ke kepala daerah,” kata Sigit.  Alternatif lain, di UU Nomor 32 Tahun 2004 diatur mekanisme anyar mengenai sistem jenjang karir. Misalnya, penempatan jabatan harus melibatkan lembaga independen, misal perguruan tinggi, lewat mekanisme fit and proper test. “User-nya harus menerima hasilnya. Ini untuk mencegah politisasi birokrasi,” saran Sigit. (jpnn)