April 25, 2024

Indonesia Berhasil Tekan Impor Baja, Efeknya Produksi Dalam Negeri Naik

Bagikan..

Pabrik pengolahan baja di Cilegon, Banten. ANTARA FOTO/Angga Yunia

ARBIndonesia.com, JAKARTA – Indonesia berhasil menekan impor baja hingga 34% di tahun 2020. Penerapan kebijakan yang tepat jadi kuncinya. Efeknya, volume produksi dalam negeri pun terdongkrak naik.

Dilansir dari laman Indonesia.go.id, bahwa ditahun 2020 jadi lembaran baru sektor industri baja nasional. Bagaimana tidak, dibanding tiga tahun sebelumnya, Indonesia berhasil menekan ketergantungan baja nasional dari negara pengimpor hingga 34 persen.

“Kita berhasil menekan impor sebesar 34 persen, di mana sebelumnya, yakni pada 2019, 2018, dan 2017 sering dibanjiri oleh impor,” tutur Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier di Jakarta, Kamis (4/3/2021).

Keberhasilan ini salah satunya dikarenakan faktor penerapan kebijakan yang tepat oleh Kementerian Perindustrian. Supply and demand diatur dan ditata secara smart, terstruktur, dan sesuai dengan kapasitas industri nasional.

Kementerian Perindustrian memang berkomitmen dan fokus menjalankan program substitusi impor sebesar 35 persen yang ditargetkan tercapai pada 2022. Dan, mengurangi ketergantungan baja impor, di saat bersamaan mendorong produksi dalam negeri, jadi langkah awal mewujudkan target tersebut.

Taufiek menyebutkan, tahun 2020 impor baja untuk jenis slab, billet, dan bloom hanya sebanyak 3.461.935 ton. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencapai 4.664.159 ton.

Penurunan impor juga terjadi pada jenis baja hot rolled coil per plate (HRC/P) yang pada 2020 menjadi 1.186.161 ton dari 1.649.937 ton di tahun sebelumnya. Pun demikian dengan jenis cold rolled coil per sheet(CRC/S) yang turun menjadi 591.638 ton tahun 2020 dibandingkan pada 2019 yang sebesar 918.025 ton.

Hal yang sama juga terjadi pada jenis baja lapis, turun menjadi 1.016.049 pada 2020 dari 1.276.605 ton pada tahun sebelumnya.

Penurunan impor ini oleh banyak kalangan dikatakan akan berkontribusi pada surplus neraca perdagangan Indonesia. Kondisi ini perlu dipertahankan karena dengan menjaga keseimbangan supply demand baja nasional, tentu akan menarik investasi masuk ke Indonesia.

Keberhasilan menekan ketergantungan impor baja ini tentu harus diikuti dengan upaya peningkatan produksi domestik. Ini hal mutlak yang harus dilakukan.

Peningkatan produksi dalam negeri harus dipastikan mampu mencukupi kebutuhan nasional yang juga diperkirakan naik rata-rata sebesar 5% per tahunnya.
Pasar harus mampu memenuhinya dengan prioritas berasal dari industri dalam negeri.

Kemampuan industri domestic ini tecemin dari kapasitas produksi bahan baku baja nasional (slab, billet, bloom) saat ini sebesar 13.098.000 ton dengan perkiraan produksi tahun 2020 sebesar 11.576.546 ton atau meningkat 30,25 persen dibanding pada 2019, yang mencapai 8.888.000 ton.

Selain itu, utilisasi pada 2020 juga meningkat hingga 88,38 persen dari 2019, sebesar 67,86 persen.

Menurut catatan Taufiek, saat ini hampir seluruh negara mengalami penurunan produksi baja di tahun 2020.

Menggembirakan bagi Indonesia yang justru bisa meningkat hingga 30,25 persen dibandingkan pada 2019. Beberapa negara juga menunjukkan peningkatan namun tidak sebesar Indonesia. Misalnya Tiongkok yang produksinya meningkat 5,2 persen. Kemudian Turki juga meningkat 6 persen, serta Iran yang meningkat 13 persen.

“Sektor industri baja itu indikator ekonomi. Kalau industri bajanya tumbuh, tentunya ekonomi kita bisa terbangun dengan kuat. Dan yang penting, kita harus mengoptimalkan produk-produk dalam negeri,” kata Taufiek.

Editor Arbain