www.detikriau.wordpress.com (JAKARTA)–Budayawan Ridwan Saidi meyakini tanda-tanda munculnya revolusi untuk sebuah perubahan kongrit sudah semakin tampak. Terutama fakta kesengsaraan yang ditanggung rakyat kian lama kian berat. Pada saat yang sama, rakyat juga makin muak dan marah melihat tingkah para elitnya yang dipertontonkan secara telanjang, tanpa ada lagi rasa malu.
“Setidaknya ada beberapa ciri yang menunjukkan tanda-tanda akan revolusi. Pertama, fakta kesengsaraan rakyat yang kian berat di tengah prilaku elitnya yang sibuk dengan kemewahan. Kedua, liputan media sudah cukup bagus,” kata Ridwan Saidi, dalam diskusi bertajuk “Krisis Kepercayaan kepada Penguasa” yang digelar Rumah Perubahan 2.0, di Jakarta, Selasa (4/10).
Dulu, pada 1995-1996, ketika meneriakkan revolusi lanjutnya, tidak satu pun media yang mau meliput. “Orang-orang malah menertawakan saya. Sekarang, media memberi porsi cukup bagus untuk pemberitaan anti penguasa. Kalau Anda sekarang menjual Reformasi Jilid Dua, orang akan mencemooh karena publik mau revolusi, bung,” tegas Ridwan.
Pendapat senada dalam diskusi yang sama datang dari Hardi. Menurut dia, SBY sudah selesai. Namun berbeda dengan Ridwan, Hardi melihat belum cukup persyaratan yang dibutuhkan bagi lahirnya revolusi.
“Menurut saya, kini Ibu Pertiwi baru hamil sekitar tiga bulan. Kita harus bisa mengakselerasi kehamilan itu, agar bisa melahirkan lebih cepat lagi. Tapi persoalan lainnya adalah, belum adanya tokoh pengganti yang akan diusung setelah SBY dijatuhkan. Pada saat yang sama, kelas menengah dan kaum intelektual telah dininabobokan dengan kesenangan. Mereka lebih sibuk bermain-main dengan iPad, Black Barry ketimbang memikirkan revolusi,” ujar Hardi.
Sehubungan dengan itu, Ridwan menyatakan, rakyat memang tidak melakukan revolusi. Revolusi hadir karena digerakkan para pemuda dan mahasiswa. Jadi, rakyat memang harus digerakkan. Alhamdulillah, lanjut dia, sekarang penggerak rakyat dan penggerak revolusi sudah cukup banyak.
“Soal pemimpin, nanti pasti akan muncul sendiri. Revolusi akan dipimpin oleh anak kandung revolusi itu sendiri. Bung Karno dan Hatta juga sebelumnya tidak berpikir akan menjadi pemimpin. Namun ketokohan mereka diakui. Bahkan Sjahrir mengatakan, walau dia 100 kali menandatangani proklamasi, belum tentu rakyat akan mengikuti,” tukas tokoh Betawi ini.
Ridwan mengingatkan, revolusi harus dilakukan secara total. Tidak bisa sepotong-potong. Misalnya, sehubungan dengan skandal Bank Century, ada wacana yang digulirkan sebaiknya yang di-empeach cukup Boediono saja. Pasalnya, kesalahan dan kriminalitas Boediono tampak terang-benderang. Setelah itu angkat tokoh agama tertentu untuk duduk sebagai Wapres.
“Tidak bisa begitu. SBY dan rezimnya sudah selesai. Kita harus melakukan revolusi total, bukan sepotong-potong. Revolusi itu maknanya rata dengan tanah. SBY, Boediono, dan semua elit di eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah bagian dari masalah. Karenanya, revolusi harus menyingkirkan mereka semua rata dengan tanah,” imbuh Ridwan.( jpnn)
BERITA TERHANGAT
Tak Perlu Jauh-jauh, Buat Paspor Elektronik Kini Bisa Dimana Saja
Imigrasi Indonesia dan Kamboja Kerja Sama Berantas Perdagangan Orang Serta Penyelundupan Manusia
Neraca Perdagangan Indonesia Dengan Mesir Surplus Sebesar USD 1,17 Miliar