www.detikriau.wordpress.com (JAKARTA) – Rencana Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) untuk meningkatkan anggaran untuk gaji dan tunjangan guru, ternyata tidak diikuti dengan peningkatan kompetensi guru. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya kompetensi dan profesionalisme guru yang mengajar di berbagai daerah di Indonesia
Anggota Komisi X DPR RI, Raihan Iskandar, mengungkapkan, berdasarkan data Kemdiknas ternyata dari 2,7 juta guru, sebanyak 1,35 juta atau 50 persen adalah lulusan D2 atau D3. Menurutnya, ketidakprofesionalan para guru juga terlihat dari kemampuan menganalisis dan berkreativitas dalam mengajar yang masih rendah. “Program sertifikasi yang selama ini berjalan pun akhirnya tidak signifikan untuk meningkatkan profesionalisme guru,” ungkap Raihan di Jakarta, Jumat (16/9).
Padahal, lanjut Raihan, alokasi anggaran untuk peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dan dosen dalam APBN 2011 dipatok paling besar, yaitu sekitar Rp 19,9 triliun atau 29,5 persen dari total anggaran Kemdiknas tahun 2011 yang mencapai Rp 67,38 triliun. Bahkan, rencananya, anggaran untuk pos ini akan ditingkatkan menjadi Rp 22,20 triliun atau sekitar 38,60 persen dari total anggaran yang diusulkan oleh Kemdiknas sebesar Rp 57,81 triliun.
“Seharusnya, alokasi anggaran yang besar ini secara nyata terwujud dengan meningkatnya kualitas guru, baik secara akademik maupun profesionalismenya. Jika anggaran yang besar ini tidak berkorelasi secara positif terhadap peningkatan kualitas guru, maka output atau peserta didik yang dihasilkannya pun akan rendah,” ujarnya.
Politikus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mengatakan bahwa saat ini masih banyaknya kekerasan di internal sekolah maupun antarsekolah serta rendahnya daya saing siswa adalah output dari rendahnya kompetensi dan profesionalisme guru. Ketidakprofesionalan guru terlihat dari masih banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar bidang studinya. Misalnya, banyak guru bidang sosial yang merangkap menjadi guru matematika.
Raihan lantas mengutip UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang pada Pasal 7 menyebutkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. “UU ini pun memberikan tenggat waktu sampai tahun 2015 bahwa pada akhir tahun 2015, semua guru harus memenuhi kualifikasi akademik minimal D4/S1,” tukasnya.
Ditambahkannya, kegiatan sertifikasi yang tujuannya meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru ternyata tak banyak pengaruhnya dan hanya dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan tunjangan profesi, dengan cara mengumpulkan sertifikat sebanyak-banyaknya.
“Mereka hanya berperan sebagai seorang pengajar yang mentransfer materi pelajaran dan menempatkan siswa sebagai obyek eksploitasi dengan beban-beban pelajaran yang amat berat. Seharusnya, peningkatan profesionalisme guru harus terlihat dari cara mereka menempatkan dirinya sebagai pendidik yang memiliki karakter dan berakhlak mulia, serta memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional,” tuturnya. (Cha/jpnn)
BERITA TERHANGAT
Kenapa Saat Imlek Hujan Selalu Turun, Ini Penjelasannya
Tahukah Kamu Mengapa Pi Network Dikembangkan Secara Tertutup?
Wajib Tau! Ini Kesamaan dan Perbedaan Utama Antara