VAPE Kerap Disangka Penyakit Paru Umumnya di Indonesia
ARB INdonesia, JAKARTA – Tren vape atau rokok elektrik di Indonesia terus mengalami lonjakan. Bukan tak mungkin jika kasus penyakit paru-paru yang diduga disebabkan oleh vape sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat (AS) itu juga menimpa Indonesia.
Tak seperti di AS, kasus penyakit akibat vape di Indonesia tak muncul ke permukaan. Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto mengatakan, tak adanya pelaporan dan pencatatan seperti di AS membuat penyakit ini tak terungkap.
“Penyakit paru terkait vape ini tergolong baru. Kasus ini juga mungkin terjadi di Indonesia,” ujar Agus, beberapa waktu lalu.
Di AS, penyakit paru yang diduga disebabkan oleh vape dilaporkan mencapai lebih dari 1.000 kasus dengan 19 orang meninggal dunia per Jumat (4/10).
Selain itu, Agus menyebut, hingga saat ini juga belum ada tata laksana terkait penyakit akibat vape di seluruh dunia. Akibatnya, kebanyakan pasien didiagnosis dengan pneumonia atau radang paru tanpa diketahui penyebabnya.
Agus menyebut, ketiadaan tata laksana membuat para dokter mengkategorikannya sebagai penyakit paru biasa.
“Mungkin saja kasus serupa banyak ditemukan oleh dokter-dokter lain, tapi hanya digolongkan sebagai penyakit paru saja,” kata Agus.
PDPI sendiri, lanjut Agus, akan segera membuat tata laksana sebagaimana di AS agar kasus penyakit yang diakibatkan oleh vape dapat terdata dengan baik.
Kasus Serupa Ditemukan di Indonesia
Agus, yang bertugas di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, mengaku pernah menangani seorang pasien dengan gejala serupa dengan penyakit paru terkait vape yang ditemukan di AS. Vaping Associated Pulmunory Injury (VAPI) atau penyakit paru terkait vape ini ditandai dengan gejala berupa sesak napas, demam, batuk, nyeri dada, muntah, diare, sakit kepala, dan gangguan kesadaran.
Agus pernah menangani seorang laki-laki berusia 23 tahun dengan keluhan sesak napas selama tiga hari terakhir. Dia mengalami batuk, tapi tidak disertai demam, tidak mengalami keringat malam, tidak memiliki riwayat asma, tuberkulosis, dan juga tidak memiliki riwayat operasi.
“Pasien ini merokok sejak SMA sekitar delapan tahun yang lalu dan enam bulan terakhir menggunakan rokok elektrik atau vape. Artinya, sesuai dengan ketentuan CDC AS,” kata Agus. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS menetapkan, penyakit paru yang muncul setelah menggunakan vape lebih dari 90 hari tergolong ke dalam VAPI.
Hasil rontgen paru-paru pasien memperlihatkan adanya hidropneumotoraks atau cairan di dalam rongga pleura bagian kiri. Kondisi klinis seperti ini juga ditemui pada pasien VAPI di AS.
“Apakah ini terkait vape? Bisa dicurigai,” ujar Agus.
Selain itu, dokter paru lainnya, juga menemukan kasus serupa. Agus menjelaskan, rekan sejawatnya itu menangani laki-laki berusia 18 tahun dengan keluhan sesak napas, batuk selama tiga minggu disertai bercak darah, dan demam di awal. Dia tidak memiliki riwayat tuberkulosis dan asma.
“Foto rontgen dada terdapat infiltrat minimal di bawah kanan dan kiri. Pasien ini menggunakan vape tiga bulan terakhir,” tutur Agus.
Sumber CNN Indonesia