Juli 9, 2025

PT. RSM Diduga Rekrut Wartawan Demi Bungkam Fakta Hilangnya Segel IPAL

Bagikan..

ARB INdonesia, Rokan Hulu — Skandal pencemaran lingkungan oleh PT. Ramah Sawit Mandiri (RSM) kini memasuki babak baru yang lebih mencengangkan. Setelah segel pengawasan milik Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup (PPLH) DLHK Riau di lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perusahaan tersebut dikabarkan hilang secara misterius, muncul dugaan baru bahwa perusahaan berupaya membungkam media dengan menyusun skenario framing pemberitaan.

Upaya itu terendus setelah seorang jurnalis media online di Rokan Hulu mengaku ditawari oleh pihak perusahaan untuk menyebarkan berita versi perusahaan. 

Yang lebih mencengangkan, ajakan tersebut datang langsung dari Humas PT. RSM, Toni Alexander, yang secara terang-terangan meminta agar dibuat narasi yang menyudutkan pemberitaan sebelumnya.

“Toni minta saya bantu tayangkan berita versi mereka. Katanya, kabar soal penyegelan itu fitnah, dan warga yang katanya terdampak limbah sudah dikondisikan. Saya juga disuruh cari media lain untuk menyebarkan narasi yang mereka inginkan,” ungkap jurnalis tersebut, yang meminta namanya tidak disebutkan demi alasan keamanan.

Keterangan tersebut membuka dugaan adanya operasi sistematis perusahaan untuk menggiring opini publik. Tidak melalui jalur klarifikasi atau hak jawab sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers, tetapi dengan cara-cara manipulatif yang merusak integritas media dan melecehkan fungsi pers sebagai pilar demokrasi.

Toni Alexander, saat dikonfirmasi terkait dugaan tersebut, Sabtu (14/6/2025) memilih tidak memberikan jawaban. Sikap diam itu justru semakin memperkuat kecurigaan publik bahwa memang ada skenario pembungkaman yang akan dijalankan.

Sejumlah pihak mengecam keras dugaan rekayasa informasi tersebut. Salah satunya datang dari Sudirman, Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Perkumpulan Jurnalis Indonesia Demokrasi (PJI Demokrasi) Kabupaten Rokan Hulu. Ia menyatakan bahwa langkah yang diambil PT. RSM, jika benar adanya, merupakan bentuk nyata pelecehan terhadap profesi jurnalis dan pelanggaran terhadap konstitusi.

“Kami mengutuk keras jika ada pihak perusahaan yang mencoba membungkam kerja jurnalistik. Pers itu bukan alat propaganda. Jangan pernah coba-coba membeli narasi atau mengkondisikan wartawan. Itu bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan kode etik jurnalistik,” tegas Sudirman.

Ia menambahkan, dugaan ini harus menjadi perhatian serius bagi Dewan Pers dan aparat penegak hukum. Menurutnya, praktik penggiringan opini lewat framing berita bukan hanya merusak kredibilitas media, tapi juga dapat membahayakan masyarakat, terutama jika informasi lingkungan yang seharusnya disampaikan dengan transparan malah dibelokkan demi kepentingan perusahaan.

Di tengah ramainya pemberitaan soal PT. RSM, publik juga mempertanyakan hilangnya segel yang sebelumnya dipasang oleh tim PPLH DLHK Riau di area IPAL PT. RSM. Segel itu merupakan bagian dari tindakan pengawasan terhadap aktivitas pengolahan limbah yang diduga tidak memenuhi standar lingkungan. Namun, alih-alih menghormati proses hukum dan pemeriksaan, perusahaan justru terkesan panik dan melakukan manuver komunikasi yang penuh rekayasa.

Fakta bahwa perusahaan mencoba membentuk opini publik dengan memberdayakan wartawan untuk kepentingan pencitraan menunjukkan bahwa krisis yang dihadapi bukan hanya soal pencemaran lingkungan, tetapi juga krisis moral dan etika. Dalam masyarakat demokratis, praktik seperti ini tidak bisa ditoleransi. Media bukan alat dagang narasi. Wartawan bukan corong perusahaan.

[TIM]