TEMBILAHAN (www.detikriau.org) – Aktifis Masyarakat Peduli Indragiri Hilir (MPI). Tengku Suhendri menilai kebanyakan sekolah setingkat SD dan SMP tidak mengindahkan edaran Permendikbud RI No. 60 Tahun 2011 tentang larangan pungutan biaya pendidikan. Pungutan seperti iuran untuk biaya perpisahan yang belakangan ini mulai marak adalah contoh nyata pengingkaran Permendikbud ini.
“Kita tak habis pikir, hampir disemua sekolah khususnya dikota Tembilahan belakangan ini sudah mulai mengumpulkan iuran dari para siswanya dengan alasan untuk biaya perpisahan. Padahal edaran Permendikbud tersebut jelas melarang adanya segala macam bentuk pungutan untuk sekolah setingkat SD dan SMP karena pembiayaan pada sekolah pelaksana program wajib belajar menjadi tanggung jawab Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan pembiayaan melalui dana BOS. Kasihan Mentrinya, capek-capek buat edaran, eh nyatanya kok malah dicuekin.” Ujar Comel, panggilan akrab tokoh MPI ini ketika menemui detikriau.org di Tembilahan, Jum’at (13/40).
Dijelaskan Comel, dalam surat edaran Permendikbud itu pada pasal 1 ayat 2, yang dikategorikan sebagai pungutan adalah semua penerimaan biaya pendidikan pada sekolah yang berasal dari peserta didik atau orang tua/wali secara langsung maupun tidak langsung. Kemudian dalam Pasal 3 kembali dipertegas bahwa Sekolah pelaksana program wajib belajar dilarang memungut biaya investasi dan biaya operasional dari peserta didik, orang tua, atau walinya.
Selanjutnya Pada pasal 6 ayat 1 Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang bertaraf internasional yang melakukan pungutan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Ayat 2, Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang dikembangkan menjadi bertaraf internasional tidak boleh melakukan pungutan tanpa persetujuan tertulis dari bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Kemudian pada Pasal 8, sekolah yang tetap melakukan pungutan sesuai dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6, wajib menyampaikan laporan dengan jenjang yang sudah diatur. Selanjutnya pada pasal 9, sanksi tidak mengindahkan pasal 3 sampai 5 dan tidak melapor sesuai pasal 8 maka berakibat harus membatalkan pungutan sedangkan kepala sekolahnya bisa diberikan teguran tertulis, dimutasi atau sanksi administrasi lain sesuai ketentuan kepegawaian.
“Anehnya hari ini saya sudah mulai banyak mendapatkan pemberitahuan dari para orang tua siswa tentang adanya pungutan iuran biaya perpisahan yang ditetapkan pihak sekolah. Untuk tingkat SMP misalnya, iuran perpisahan ini dikenakan pada seluruh siswa mulai dari kelas 7,8 dan 9. Yang membedakan biasanya hanya besaran iuran. Tolong ini dijadikan perhatian, kalau edaran Mentri Pendidikan saja yang notabenenya adalah atasan tertinggi para pelaku pendidikan dianggap angin lalu, lantas surat edaran siapa lagi yang mau mereka indahkan?” Tanya Comel dengan nada sedikit kesal.
Comel berencana dalam waktu dekat bersama kawan-kawan MPI akan menemui Kepala Dinas Pendidikan Inhil (Kadisdik) untuk menindaklanjuti persoalan ini.
Ditempat terpisah, seorang siswi setingkat SMP di Kota Tembilahan yang enggan dipublikasikan namanya membenarkan adanya pungutan untuk biaya perpisahan ini. Untuk sekolahnya menurut remaja putri ini, kelas 7 dan 8 dikenakan biaya iuran persiswa Rp. 30 ribu dan Siswa kelas 9 dengan iuran senilai Rp. 60 ribu.(dro)
Comel….ingat,,,,! buka catatan tuh….SMP Negeri 3 Kempas melakukan pungutan Rp.450.000,- untuk UN….!
kalau mamng sudah jlas, ada aturannya, ya, segeralah disampaikan kpada kpala sekolah SD atau SMP.agar tdak terulang lagi, mas. Comel.
Bila perlu di audit , kegunaan uang pungutan tersebut.
coba dipertanyakan legalitasnya SMA NEGRI 1 MNJADI SMA NEGRI 1 UNGGULAB INDRAPRAJA,
sbab masy , masih ragu, apalagi 2 gedung.