Masyarakat Tiga Desa di Reteh Ancam Keluar Dari Riau, Ketua Komisi I DPRD Inhil Tanggapi Seperti Ini
Tembilahan, detikriau.org – Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Indragiri Hilir, HM Yusuf Said meminta semua pihak untuk arif dan bijak dalam menyikapi pernyataan sejumlah masyarakat di Kecamatan Reteh yang berkeinginan untuk bergabung dengan Provinsi Jambi.
Alasan yang dialibikan dengan kurangnya perhatian Pemerintah Provinsi Riau atas sumber penghidupan “perkebuan kelapa” dinilai politisi Partai Golkar Inhil ini kurang tepat.
“Sampai hari ini, pemerintah, khususnya Pemkab Inhil telah meluncurkan berbagai program sebagai upaya perbaikan taraf hidup masyarakat petani kelapa, termasuk untuk Kecamatan Reteh sendiri. Namun hasilnya tentulah tidak serta merta seperti halnya membalik telapak tangan,” Ujar Yusuf dikomfirmasi detikriau.org melalui sambungan selularnya, rabu.
Persoalan kerusakan perkebunan kelapa masyarakat menurut Yusuf seharusnya sudah dilakukan upaya perbaikan sejak 15 atau 20 tahun yang lalu. Perhatian serius Pemkab Inhil dalam lima tahun terakhir pastilah menurutnya belum cukup memberikan hasil yang maksimal.
Apalagi saat ini, ditambahkan Yusuf, ketinggian permukaan air laut semakin tahun semakin meninggi yang tentunya memberi dampak semakin rentanya terjadi kerusakan perkebunan kelapa disebabkan intrusi air laut. “Ini fenomena alam yang tidak bisa kita pungkiri,” ditegaskannya
Apa yang disampaikan masyarakat itu diyakini Yusuf semacam ungkapan perasaan kekecewaan semata, bukan dalam artian sebenarnya untuk memisahkan diri.
“Kita tentu masih ingat gaung Riau Merdeka beberapa waktu yang lalu. Keinginan itukan juga berlatarbelakang rasa kekecewaan sebagian masyarakat Riau kepada Pemerintah Pusat. Kasus ini hampir serupa dengan ungkapan yang dilontarkan masyarakat di Reteh,” Kata Yusuf juga
“Tak perlulah terlalu dibesarkan. Anggap saja persoalan ini seperti halnya persoalan antara anak dan Bapak,” Ujarnya memberikan pengistilahan.
Kasus ini sebelumnya juga mendapat tanggapan dari Sekdaprov Provinsi Riau, Ahmad Hijazi.
Dikutip melalui cakaplah.com, Ahmad Hijazi mengatakan sejauh ini pelayanan Pemprov Riau tidak ada membeda-beda daerah.
“Fungsi pelayanan kita selama ini kan sama. Persoalannya tidak semudah yang kita bayangkan. Kadang ada urusannya yang merupakan kewenangan kabupaten, mungkin kabupaten ada skala prioritas, tatkala dilempar ke provinsi, kita juga punya skala prioritas,” ujarnya.
Meski kondisi itu tidak ada kewenangan provinsi, Sekdaprov Riau tidak mempersoalkan kalau masyarakat meminta bantuan provinsi, dan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Pemkab Inhil untuk memperjelas persoalan kelapa yang dikeluhkan masyarakat.
Khususnya untuk persoalan peningkatan harga kelapa, menurut Hijazi, di Inhil sebenarnya ada sarana prasarana ekspor yakni pelabuhan. Karena itu pihaknya sudah mencoba mengundang Pemkab Inhil untuk membahas persoalan tersebut.
“Kita sudah undang rapat Pemkab Inhil, kemarin ke sana (Inhil) saya tawarkan untuk rapat di sana, tapi pejabat Inhil banyak tak di tempat. Jadi mereka minta diundur lagi rapatnya,” ujarnya.
Bahkan Ahmad Hijazi mengaku sudah duduk dengan Bea Cukai setempat, bahwa ada surat edaran Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang menegaskan tidak ada larangan ekspor bagi komoditas kelapa.
“Kalau di daerah itu berlaku hambatan-hambatan ekspor itu yang harus kita bereskan. Mungkin Pemkab Inhil bisa mengawasi, kalau ada yang menghambat ekspor siapa saja yang hambat. Kabarnya kalau ada yang bawa kelapa ada yang coba-coba tangkap, itu kan tak benar. Betul tidak isu itu, tolong Pemkab Inhil klarifikasi soal itu,” pintanya.
Disinggung murahnya harga kelapa di Inhil karena ada permainan mafia, Ahmad Hijazi menyatakan bisa
saja itu terjadi, makanya sekarang harus dibuka pasar seluas-luasnya.
“Jangan ada hambatan ekspor. Saya kira kalau kita buka pasar, monopoli akan hilang by sistem,” cakapnya.
Namun untuk membuka pasar itu, tambah Ahmad Hijazi, terlebih dahulu harus disiapkan sarana dan prasarana ekspor supaya bisa ekspor langsung.
“Kalau kita mengandalkan industri sendiri ternyata tidak berpihak kepada rakyat, harga yang kita saksikan sekarang tak maksimal (murah). Mungkin dalam waktu dekat kita undang Pemkab Inhil membahas persoalan kelapa ini,” tukasnya.
Heboh terkait ancaman ancaman masyarakat tiga Desa di Kecamatan Reteh Kabupatan Inhil yang ingin pindah ke Provinsi Jambi ini sebelumnya dilontarkan oleh Anggota DPRD Riau Dapil Inhil M Arfah.
Menurut penuturan Arfah, mayoritas masyarakat Inhil berprofesi sebagai pekebun kelapa. Tapi kini kondisi perkebunan mereka tenggelam akibat intrusi air laut.
“Sudahlah harga kelapa murah, kebunnya rusak pula akibat air asin,” kata M Arpah dalam rapat paripurna di DPRD Riau, Senin (28/01/19) kemaren
Dengan kondisi seperti itu Arfah mengabarkan adanya ancaman masyarakat untuk pindah ke Provinsi Jambi karena menilai tidak adanya perhatian Pemprov Riau yang dinilai berbanding terbalik dengan perhatian pemerintah Provinsi Jambi terhadap masyarakatnya.
Dalam kesempatan paripurna saat itu, Arfah meminta Sekdaprov Riau, Ahmad Hijazi yang kebetulan hadir dalam paripurna untuk segera mencarikan solusinya.
Reporter: Amrul Editor: Faisal