Desember 5, 2024

KADA BERKASUS JADI MESIN ATM PARA PENYIDIK

Bagikan..

JAKARTA (www.detikriau.wordpress.com)– Sejumlah anggota DPR mendukung pembatalan pasal pengaturan prosedur pemeriksaan izin kepala daerah (Kada) yang terlibat kasus hukum oleh presiden.  Pasalnya, aturan yang tertulis dalam Pasal 36 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda ini, dinilai hanya akan memperpanjang birokrasi dan memperlambat penegakan hukum.


“Saya mendukung pembatalan peraturan itu. Karena prinsipnya semua orang sama di depan hukum, equality before the law. Kalau nyatanya diduga kuat ‘bermain’ kenapa harus menunggu izin tertulis dari presiden” ini kan kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi itu sendiri,” ujar Anggota Komisi III Syarifuddin Sudding saat dihubungi, Minggu (30/10).

Lebih lanjut Sudding menjelaskan, pada dasarnya, dalam aturan itu disebutkan, apabila dalam 60 hari Presiden belum mengeluarkan izin, maka pihak penyidik sudah bisa melakukan penyidikan terhadap si kepala daerah (Kada). Namun, lanjutnya, fakta di lapangan hal ini kerap tidak terjadi. “Pernyataan izin Presiden belum keluar, kerap disalahgunakan oleh oknum penyidik daerah. Ini titik persoalannya,” imbuh politisi Hanura ini.

Dirinya mencontohkan, pasal 36 ayat 1 berbunyi, “Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari presiden atas permintaan penyidik’. Pasal ini dinilai Sudding, bertentangan dengan prinsip peradilan yang independen, peradilan cepat dan nondiskriminasi. “Sudah saatnya pasal itu dibatalkan,” tegasnya.

Saat ini, kata Sudding, masih ada polisi dan jaksa yang ragu-ragu melanjutkan proses hukum terhadap pejabat publik jika belum ada surat izin dari presiden meski sudah diajukan lebih dari 60 hari lamanya. “Mereka seperti ketakutan jika izin tersebut tidak keluar,” paparnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh, anggota Komisi III, Desmond J Mahesa. Dia mendesak pemerintah untuk segera menghapuskan aturan izin pemeriksaan bagi pejabat publik yang diduga terlibat kasus korupsi. Karena, aturan tersebut dinilai menghambat pemberantasan korupsi. “Tidak hanya itu, lantaran pasal 36 ini, banyak kepala daerah yang kasusnya digantung, bahkan kerap dijadikan ATM sejumlah oknum daerah,” jelasnya.

Menurut Politisi Gerindra ini, saat ini masih banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah, belum sempat tertangani hanya karena persoalan izin pemeriksaan dari presiden. Ini membuktikan bahwa izin pemeriksaan tidak efektif bagi penegakan hukum di Indonesia.

“Kita kan tahu bahwa birokrasi di Indonesia ini sangat bermasalah. Di samping itu, jika aturan itu dipertahankan, bukan tidak mungkin akan dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk memeras,” ujarnya.

Tidak hanya itu, Desmod juga memprediksi, jika izin pemeriksaan itu tidak dihapuskan, ke depannya akan menjadi alat bagi tersangka atau kepala daerah yang terlibat kasus korupsi, untuk berlindung.(dms/jpnn)