Oleh: Lindo Karsyah/riautunai
(www.detikriau.org) — Kita tentu sangat suka pemimpin yang memakai jubah dan simbol agama. Dan lebih menyukai lagi manakala perilakunya seiring dan sejalan pula dengan simbol tersebut.
Akan tetapi apa pula perasaan kita dengan sosok pemimpin yang suaranya merdu tatkala menyerukan perintah Tuhan? Setiap waktu terdengar lantunan yang mendayu-dayu di media elektronik. Namun berselang usai itu, perangainya malah menghina perintah Tuhan. Suka perempuan, penipu, korup dan haus kekuasaan.
Sosok yang ingin membangun dinasti kekuasaan. Pribadi yang ingin melanjutkan kedaulatannya di tengah masyarakat. Manusia yang memahami bahwa kekuasaan tidak ada batasnya dan kekuasaan adalah warisan yang dijalankan secara turun menurun. Sebelum habis masa berkuasa, dia siapkan dengan segala daya dan tipu daya agar istri, adik, dan sanaknya menjadi penguasa pula. Hanya mereka yang berhak menjadi pihak yang memerintah dan yang lain hanya kaum hamba sahaya.
Dia tidak ingat lagi dengan pengajian yang sering disampaikannya bahwa Firaun yang sangat berkuasa akhirnya juga binasa, karena kesombongan dan keangkuhan. Dia lupa bahwa diatas langit ada langit, diatas kita ada Tuhan, penentu segalanya.
Hari ini dan beberapa hari belakangan, sang penguasa ini sudah menyakiti hati rakyat. Rakyat sudah marah, muak dan berontak. Sebentar lagi, entah apa yang terjadi?
Kenapa dia berprinsip demikian? Barangkali lantaran dia sudah lama berkuasa dan merasa dirinya berdarah biru dan menganggap yang lain itu sebagai kasta rendahan. Itulah kawan, kekuasaan itu dapat membutakan hati, pikiran dan jiwa.
Tapi, apa sebenarnya yang membuat seseorang bisa menjadi kejam dan menjadi seorang diktator? Menurut penulis, Indra Darmawan, ternyata kecenderungan seseorang menjadi diktator tidak terbentuk dalam satu malam.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Stanford University pada 1971 pernah melakukan eksperimen untuk menguji kecenderungan manusia terhadap kekuasaan. Dalam penelitian itu, sekelompok mahasiswa secara acak berperan sebagai tahanan, sementara kelompok mahasiswa lainnya berperan sebagai penjaga tahanan.
Pada perkembangannya, para mahasiswa yang menjadi penjaga tahanan kemudian berubah menjadi kejam dan menekan. Di sisi lain, mahasiswa yang berperan sebagai tahanan, justru mulai menjadi orang yang pasif. Akhirnya, walaupun belum sampai seminggu, riset tersebut kemudian buru-buru dihentikan.
Sebuah penelitian yang dilakukan pada 2010 dan dipublikasikan pada sebuah jurnal ilmu psikologi, menemukan bahwa orang-orang yang merasa dirinya berada dan berkecukupan, ternyata lebih buruk dalam membaca emosi orang lain, daripada orang-orang yang merasa dirinya miskin.
Menurut Dacher Keltner, salah seorang peneliti dari University of California-Berkeley, hal itu mungkin disebabkan oleh orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan terbiasa untuk membangun aliansi dengan orang lain.
Sementara, orang-orang yang memiliki kekuasaan, kata Keltner, biasanya bisa melakukan hal-hal yang ia inginkan. “Saat Anda mendapatkan kekuasaan, Anda akan berhenti untuk aktif dari lingkungan sosial Anda,” ujar Keltner kepada LiveScience.
Maka selanjutnya, orang ini tidak bisa membaca kondisi emosi dari orang lain dengan baik. “Anda tidak akan memiliki pemahaman terhadap kondisi sosial yang penting, seperti kemiskinan,” Keltner menjelaskan.
Tak heran bila kemudian kekuasaan membuat seseorang menjadi impulsif, egois dan tidak bisa bersikap secara proporsional. Bahkan hal ini akan membuat orang itu menjadi terisolir.
Sebuah studi lainnya yang dipublikasikan pada Psychological Science 2009, mengatakan bahwa orang yang telah ‘terlatih’ untuk berpikir bahwa dirinya berkuasa, biasanya sangat percaya bahwa mereka bisa mengendalikan situasi, bahkan terhadap sebuah kondisi yang acak, seperti saat ia musti ‘berjudi’ dengan dadu.
Oleh karenanya, seorang tiran, biasanya memiliki kombinasi: gila kekuasaan, berhenti mendengarkan orang, bahkan percaya bahwa ia masih memiliki kontrol terhadap peristiwa yang acak. “Ilusi terhadap kontrol bisa menjadi salah satu jalan di mana kekuasaan justru menggiring ke kematiannya sendiri.”
Barangkali itulah yang merasuki pemikiran sang penguasa yang bertampilan gagah dan luar biasa ini! Mungkin hasrat kekuasaannya lagi memuncak kawan!***
BERITA TERHANGAT
Kenapa Saat Imlek Hujan Selalu Turun, Ini Penjelasannya
Tahukah Kamu Mengapa Pi Network Dikembangkan Secara Tertutup?
Wajib Tau! Ini Kesamaan dan Perbedaan Utama Antara